<!----><head> Page Not Found
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meratus Adventure - Part 17

Selama perjalanan dari pos 1 menuju ke desa Kiyu, aku bersama rombongan anak - anak mahasiswa

Cerita Pendakian Merah Putih Berakhir


Setengah jam berlalu aku berada di pos 1 dan akhirnya aku melanjutkan perjalanan turun kembali ke desa Kiyu, dimana desa Kiyu adalah point terakhir aku untuk pulang ke rumah.

Selama perjalanan dari pos 1 menuju ke desa Kiyu, aku bersama rombongan anak - anak mahasiswa dari Unlam dan bergegas turun gunung, mengejar senja yang mulai meredup.

Kulihati jam sudah terlihat jam 16.57, namun terik mata hari sore masih terpancar hangat bersinar mengenai kulitku. Aku dan Iki meraih tas kemahku dan kuletakkan di punggung dan mulai berjalan setapak ke tempat peraduan.

Kulihati burung gereja berterbangan menghiasi sore yang hangat dengan kicauan merdu, menambah semangatku untuk maju dan meraih hari esok yang lebih baik lagi. Aku pamit kepada orang cacat itu, dan kutawari untuk turun dia masih asyik dengan rehatnya.

Dia melambaikan tangan dan mengajakku ke suatu tempat lain untuk didaki bersama, dan aku iyakan saja, pikir-pikir pengalaman bagus di hari nanti.

Pengalaman Capek Di Gunung


Pengalaman 5 hari mendaki gunung, penuh dengan cerita yang mengasyikkan, dimana canda tawa, sedih, takut, marah, galau bercampur aduk tidak karuan, ditambah capek dan baju kotor menghisasi warna - warni dalam pendakian merah putih.

Setelah sampai di tempat makadaman atau jalan penuh dengan batuan, aku istirahat dan anak -anak rombongan Unlam itu meninggalkan kami, sambil melihati puncak gunung yang membiru aku mulai berteriak keras untuk melepas penat dan capek, Freedooommmm...  teriakku.

Iki tertawa dan menyuruhku agar diam, karena malu di dengar orang, aku jelaskan disini tidak ada orang yang ada hanya tumbuhan dan alang - alang yang menghiasi jalanan setapak menuju desa.

Lagu Yang Cocok Ke Gunung Dan Desa Terpencil


Lalu aku nyanyi lagu Boomerang dengan judul "Berita Cuaca":

Lestari alamku lestari desaku
Dimana Tuhanku menitipkan aku
Nyanyi bocah-bocah di kala purnama
Nyanyikan pujaan untuk nusa

Damai saudaraku suburlah bumiku
Kuingat ibuku dongengkan cerita
Kisah tentang jaya nusantara lama
Tentram kerta raharja di sana

Mengapa tanahku rawan kini
Bukit-bukitpun telanjang berdiri
Pohon dan rumput-rumput
Enggan bersemi kembali

Dan burung-burungpun malu bernyanyi
Kuingin bukitku hijau kembali
Semak rumputpun tak sabar menanti

Doa kan kuucapkan hari demi hari
Sampai kapankah hati lapang diri

Kami kan bernyanyi hibur lara hati
Nyanyikan bait padamu negeri
Tentang kerta raharja di sana.

Tibalah kami di jembatan desa Kiyu dan tak terasa dengan menyanyi dan riang gembira perjalanan menjadi cepat.

jembatan ke hutan kiyu
Jembatan Desa Kiyu


Jembatan Hutan


Dari atas jembatan kulihati air sungai masih bersih dan segar, kemudian dari atas jembatan suara burung berkicauan sahut menyahut dan terdengar jelas berpadu dengan suara riak air sungai, menambah suasana batin menjadi ceria. Thanks God.

Selama perjalanan aku pacu dengan kuat sampai Iki tertinggal di belakang dan kutunggu jauh, akhirnya Iki berlari terengah-engah dan sampailah perjalanan ke desa Kiyu.

Di desa itu, kami parkir sepeda motor dekat tugu selamat datang, di Kiyu rombongan pendakian disambut dengan tarian dayak dan kami berhenti sejenak di warung untuk minum.

Tas ku hempaskan dibawah meja warung dan mulai memesan es extra joss dan es kuku bima energi, disampingku nyeletuk bertanya, "mulai jam berapa turun?" Jawab orang tua itu.

"Mulai jam empat sore kami turun dari pos 1 dan masih banyak rombongan pendakian yang istirahat diatas pak,". Jawabku. 

Ternyata bapak tua itu adalah ketua suku dayak Kiyu.

Kemudian kami berbincang panjang lebar mengenai sarana dan prasarana objek pendakian harus dibuat WC umum, kasihan yang cewek untuk BAB dan BAK. 

Kami juga menyarankan kepada bapak itu, untuk memberdayakan PLTA atau pembangkit listrik tenaga air di sungai karuh.

Lalu ketua suku dayak itu, menerima usulan kami. Tak terasa magrib sudah datang dan kami pamit kepada ketua dayak Kiyu itu untuk pulang kerumah.
hutan milik suku adat setempat
Foto di batas desa Kiyu dengan Badan belepotan lumpur

Sebelum ke rumah aku juga menyempatkan diri foto di batas desa Kiyu dan Iki pun juga ikut foto dengan wajah yang kelelahan, wuih... hari yang melelahkan, gumamku.

Iki juga ikut foto dengan wajah kelelahan dan membawa sisa extra joss di botol aqua besar dan kamipun, lega telah menyelesaikan pendakian merah putih, aku berdoa kepada Tuhan supaya benderaku berkibar diatas puncak dengan harapan, aku juga bisa ke puncak kesuksesan suatu saat nanti.

Foto Iki yang Kelelahan dengan Botol minum Aqua isi Ektra Joss

Lalu aku bayar karcis, kuturunkan sepeda ke jalan dan akhirnya aku pulang, 1,5 jam dari Barabai ke Tanjung.


    Sewaktu berkendara sepeda motor, kulihati hari sudah gelap dan suasana 17 Agustusan masih nampak ceria, dengan deretan bendera merah putih disetiap rumah dan baliho kemerdekaan Republik Indonesia terpampang jelas di jalan -jalan kota.

    Good bye Halau-halau, pengalaman yang menyenangkan, gumamku... Aku sampai di rumah jam 21.43 dengan syukur dan masih membekas pengalaman menarik yang kemarin dan bercerita lewat blog ini.

    Salam Pendakian Merah Putih.
    Salam petualang.



    Sterno.