<!----><head> Page Not Found
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Paradigma Berfikir

paradigma berpikir manusia menghasilkan energi positif dan negatif


Cerita di Angkringan


Setiba di Angkringan, aku bertemu bapak yang kelihatan asing dan tidak bercakap panjang lebar. Kemudian mas Alif memberitahu dan memperkenalkanku bahwa dia adalah pemilik lahan Angkringan dan ruko di Selongan. Kemudian kami berkenalan dan bertegur sapa dengan obrolan ringan seputar tempat dan nama.

Beliau adalah bapak Faizal Ramadhani pemilik lahan dan ruko di sekitar Angkringan. Beliau menjelaskan tentang sejarah tanah ini bahwa "Dulu tanah dari belakang ruko ini sampai ujung tepian pasar Tanjung adalah kepunyaan datu kami. Ruko ini dulunya adalah hotel milik datu kami dan sekarang berubah fungsi menjadi ruko dan sepetak lahan parkir yang luas". Sambil menunjuk dan mengarahkan tangannya ke tempat.

Penampilan beliau tidak menunjukkan kebesarannya, dengan memakai kaos oblong dan celana pendek beliau tidak menunjukkan orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan terpandang. Kemudian aku dibisiki mas Alif bahwa ternyata beliau adalah seorang Polisi berpangkat bintang 2 (Jendral Bintang Dua) dan saya kagum atas kebesaran beliau dengan duduk di kursi panjang di Angkringan dan mengobrol santai dengan kami tanpa membedakan status sosial.

Ketika saya bertanya kedatangan disini, beliau menjelaskan bahwa "Hampir 20 tahun aku tidak pulang kampung dalam rangka lebaran saya pulang kesini untuk bertemu sanak family". Setelah panjang lebar bertanya ternyata beliau bekerja di PUSLITBANG POLRI di Jakarta dan beliau adalah orang Banjar asli yang dibesarkan dan didik di tanah Jawa. Beliau adalah lulusan S3 Universitas Indonesia yang memperdalam ilmu tentang metafisika dan mempunyai hobi beladiri.

Beliau sering diundang ke seminar - seminar dengan upah 5 juta per-sesi tentang bioenergi. Bioenergi merupakan energi terbarukan yang didapatkan dari sumber biologis, umumnya biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang menyimpan energi cahaya matahari dalam bentuk energi kimia.

Setelah itu kami di undang untuk ikut seminar singkat di gedung LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terletak di stadion, lusa depannya. Dan diberi materi kuliah tentang:

"Paradigma Berfikir Manusia ".Tentang isi materi kuliah singkat akan saya ceritakan pada artikel berikutnya.


Paradigma Berpikir Manusia


Dalam keilmuannya beliau menjelaskan tentang bioenergi dan metafisika. Manusia zaman sekarang cenderung menggunakan pola pikir Materialis Mekanistis.
Seseorang yang sudah mempunyai pola pikir materialistis mekanisitis pada umumnya akan  kehilangan pandangan atau kepekaan (sense) dalam memahami gunung sebagai keindahan (estetika), sebagai keagungan (grace), sebagai penyeimbang (balancing), serta hubungannya dalam menyokong organisme hidup yang lain secara keseluruhan, dalam hal ini termasuk juga manusia.

Berpikir Materialis Mekanistis

Cara berpikir yang lazim dipakai saat ini sesungguhnya berkembang dari konsep berpikir Descartes (sehingga disebut pemikiran Cartesian), dipertegas dengan konsep metodologi ilmiah Francis Bacon, dan mencapai puncak pada kekuatan disiplin ilmu fisika dan matematika Newton, telah melahirkan pola pemikiran dan peradaban ilmiah yang serba materialis - mekanistis.

Bahwa setiap fenomena kenyataan dipahami secara inderawi, fisikal, dan dengan mengkotak-kotakkannya. Sehingga, sebagai ilustrasi, seekor katak (dan banyak kenyataan lain) seolah-olah dapat dipahami cukup dengan memotong objek, mengisolasi, dan /meneliti bagian-bagian organnya secara fisikal.

Padahal dalam bagian-bagian organnya itu kita tidak lagi menemukan seekor katak, kita hanya bisa memahaminya dalam keseluruhannya: dalam satu kesatuan utuhnya sebagai organisme yang hidup.

Dalam mode berpikir semacam ini yang dipahami secara menonjol adalah nilai kuantitas (jumlah), bukan nilai kualitas (mutu). 

Sehingga, dalam ilustrasi lain, gunung cenderung dipahami dan dikenali dalam kotak-kotak: ketinggian, jenis mineral dan bebatuan, kandungan logam, keaktifan vulkanik, potensi hayati, jenis dan jumlah kubik kayu yang tumbuh di lereng-lereng gunung, dan seterusnya, yang mereduksi atau membatasi pemahaman mengenai gunung sebagai keseluruhan dalam satu kesatuan yang hidup.

Kecenderungan berpikir mekanis semacam ini telah mengakibatkan kecenderungan kita, manusia, memperlakukan segala sesuatu dalam nilai kuantitas, yang berakibat pada perlakuan eksploitasi demi mengeruk sebanyak-banyaknya tanpa mengindahkan keseimbangan dan keberlangsungan.

Pola berpikir dalam bentuk ini amat berguna dalam menjelaskan realitas fisikal yang linier dan terbatas, namun tidak memadai dalam menjelaskan realitas yang lebih halus dan mendalam.


Pola pikir materialis - mekanistis inilah yang telah menjadi kecenderungan berpikir kita, orang-orang pada abad ini.

Pola berpikir semacam ini juga dijuluki pola berpikir reduksionis (mengurangi), karena segala fenomena atau gejala-gejala yang ada pada kenyataan dipahami dengan cara mengisolasinya ke dalam bagian-bagian fisikal, juga di amati secara fisikal dan inderawi, sehingga kehilangan pemahaman atau keterhubungan sebagai keseluruhan.

Dalam hal inilah kita perlu memahami cara berfikir yang berwawasan holistik.

Berpikir Holistik


Cara berpikir holistik adalah cara berpikir yang ideal. Berasal dari kata yunani hollos, atau keseluruhan.

Dr. Karl Pribram seorang brain physiologist dari Stanford University, mencoba menerjemahkan dalam "The seven basic premises about the nature of reality"

Tujuh premis dasar tentang kenyataan alam yang berkembang dari cara kerja holistik dan menggunakan holografik - model sebagai platform-nya yaitu:

Kesadaran Adalah Realitas Dasar

Premis 1 :

The true reality is to be found in the energy that our sense pick up rather than In the objects we define as real.


Realitas atau kenyataan yang sesungguhnya terletak pada energi yang kita terima dan rasakan bukan pada objek-objek yang kita anggap nyata.

Kenyataan yang sesungguhnya terletak pada kesadaran yaitu adanya aliran energi yang kita tangkap melalui indera kita dan bukan pada objeknya sendiri.


Segala Sesuatu Terhubung Dengan Segala Sesuatu Lainnya

Premis 2 :

Hubungan ini tidak tergantung pada jarak ruang dan waktu, dan setiap kejadian memengaruhi sesuatu yang lainnya tanpa adanya tenggat waktu akibat proses komunikasi.

Hubungan terjadi lebih cepat dari cahaya dan melampaui teori relativitas Einstein. Karena tidak adanya tenggang waktu tadi, maka sebab dan akibat terjadi pada saat yang bersamaan sehingga konsep dari sebab-akibat yang sangat berguna dalam model mekanis - materialistis, tidak dapat diaplikasikan atau dianggap valid dalam kenyataan utama.

Setiap Bagian Berisi Keseluruhan

Premis 3 :

Setiap bagian berisi pola keseluruhan dan setiap bagian (mikrokosmos) tadi mencerminkan pola keseluruhan (makrokosmos). Contohnya adalah gen/kromosom yang berisi informasi tentang tubuh secara keseluruhan sementara keadaan tubuh mencerminkan kondisi gen seseorang (saling merefleksikan)

Waktu Holografik

Premis 4 :

Setiap aspek berada dimana saja dalam waktu, dan selalu, waktu setiap momen adalah keseluruhan,lengkap, hidup, dan co-exist dalam hubungan yang dapat diketahui dengan sendirinya (otomatis) dan mempunyai kecerdasan sendiri serta mempunyai akses tersendiri pada seluruh momen yang ada.

Individualisasi Dan Energi Adalah Dasar Alam Semesta

Premis 5 :

Setiap aspek pada individu tidak identik dengan aspek lainnya (unik). Melalui eksperimen dibuktikan bahwa cahaya adalah gelombang energi, namun juga berupa partikel seperti foton, sinar gamma dan lain-lain.

Melalui eksperimen dibuktikan pula bahwa partikel tersebut tidak berlaku seperti sesuatu yang lain dan lebih menyerupai individual events of interaction, kejadian individual yang mandiri dalam suatu interaksi, yang pada dasarnya adalah energi itu sendiri.

Disimpulkan bahwa setiap aspek di alam semesta adalah gelombang energi atau partikel individual dari energi.


Keseluruhan Selalu Lebih Besar Dari Penjumlahan Bagian - Bagian

Premis 6 :

Sistem selalu lebih besar dari penjumlahan bagian-bagian ditinjau dari sudut kuantitas maupun kualitas.

Kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia lebih besar dan berarti dibanding sekedar bersatunya propinsi-propinsi atau suku-suku bangsa untuk membentuk Negara Indonesia. Diri lebih bermakna dibanding disatukannya kepala, tangan, kaki, tubuh, ruh,emosi, mental, dan sebagainya.

Kesadaran Membentuk Realitas Dan Pengalaman Tersendiri Tentang Realitas

Premis 7 :

Pribram menyatakan:

"The brain processes data consistent what is used to"

Artinya kita akan merasakan pengalaman sesuai dengan harapan atau keinginan yang didasari sistem keyakinan atau kepercayaan warisan kita.

Sejak realitas adalah produk dari kesadaran, maka tercipta pula pengalaman diri tentang realitas karena pengalaman merupakan bagian dari realitas itu sendiri.

Lebih jauh lagi dipertanyakan tentang apa yang dianggap ilmiah-objektif, karena ketika peranan "subjek" sebagai pengamat berlaku (berpengaruh) maka setiap data tadi tidak bisa lepas dari latar belakang si pengamat atau si peneliti sendiri.


Daftar Bersambung Kuliah Singkat Bioenergi:


Sumber:
Faizal Ramadhani : http://faizalbioenergi.blogspot.co.id