<!----><head> Page Not Found
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meratus Adventure - Part 3

Dari desa Birayang ke desa Kiyu panorama alam pedesaan begitu indah,



Cerita Mistis Pendakian Merah Putih


Dari desa Birayang ke desa Kiyu panorama alam pedesaan begitu indah, dengan menyusuri jalanan sungai dan lembah, kemudian naik turun bukit, kami sampai di desa Alai yang sangat berkesan akan keindahan alam pedesaan.

Jalanan yang kami tempuh semakin lama semakin meyempit pada bahu dan sisi jalan dan akhirnya ketemu dengan desa Alai yang perkampungan penduduknya begitu rapat dan lebih rapat dari Tanjung. 

Mayoritas penduduknya bekerja kasar yaitu mencari batu dan pasir di sungai. Di tempat itu ada pabrik crusher sebagai tempat menimbun pasir dan batu hasil dari olahan sungai.

Sesampai di Batu Tangga kami bertanya ke penduduk lokal arah jalan ke desa Kiyu dan dia menunjuk ke suatu arah dan dari percakapan, tidak jauh lagi sampai ke desa Kiyu.

Di desa Kiyu saya melihat ada segerombolan orang yang memakai tas backpaker dan bersepatu serta berpakaian warna-warni. Pertanda saya sudah sampai tujuan awal dan diatas gerbang ada baliho dan spanduk selamat datang.

gerbang desa kiyu tempat pendakian merah putih
Foto di Gerbang Desa Kiyu.

Saya mendaftar untuk pendakian merah-putih pada panitia 17 Agustus 2016 dengan membayar Rp. 30.000 untuk 2 orang yaitu Iki dan Aku. Parkir sepeda motor bayar Rp. 10.000 waktu pengambilan sepeda motor terserah diambilnya. Kami mendaftar umum bukan lewat Organisasi (Peserta Umum).

panorama desa kiyu meratus yang indah
Foto perjalanan di desa Kiyu

Alhamdulilah saya sudah 2x naik ke puncak gunung Halau yaitu tahun 2015 dan 2016. Pada tahun 2015 Aku, Ikim (Perawat Puskesmas Masingai) dan Fatah (Pegawai BPN) pergi ke Halau untuk camping, jadi dari situ saya ada pengalaman untuk naik ke Gunung Halau untuk yang kedua kali.

Tepat jam 16.47 Wita saya berangkat dari desa Kiyu setelah mendapat tiket dan restu dari Panitia dan mengisi buku tamu untuk kelengkapan berkas pendakian. Jadi saya hafal dengan jalan dan arah menuju pendakian.
desa kiyu tempo dulu
Foto Desa Kiyu

Adapun Rute yang kami tempuh adalah sebagai berikut:

Desa Kiyu - Pos 1 (Pendataan Peserta) - Pos 2 (Pos Bayangan) - Shelter Sungai Karuh - Pos 3 (Tiranggang) - Shelter Penyaungan - Puncak 


Hari Pertama (15 Agustus 2016)
Desa Kiyu - Pos 1


Hari mulai gelap dan akhirnya kami terpaksa mengejar waktu untuk sampai di Pos 1, kurang lebih memakan waktu 3 jam atau jarak kurang lebih 20 km (kecepatan rata-rata berjalan manusia normal 6 km/jam). Namun posisi menanjak bro.

Dengan perjalanan tanjakan curam dan beban berat tas backpacker seberat kurang lebih 20 kg, terasa membuat kami kecapekan, dengan jalan kami menitikkan keringat sebesar biji jagung, hehehehe...

Namun perjalanan kami terbayar dengan keindahan alam di sore hari dan derasnya derunya arus sungai di sepanjang jalan desa Kiyu membuat kami bersyukur dengan panorama keindahan alam ciptaan Tuhan.

Sesampai di rumpun pohon bambu (padang bambu) kami mendengar suara gemeletakan ruas pohon bambu dan udara sore yang dingin membuat kami menggigil dan ketakutan. Konon ditempat tersebut hawa prana makhluk halus sangat kental. Dan saya berdoa dan minta izin yang punya tempat (Si mbaurekso) untuk tidak diganggu. 

Saya mensuport Iki untuk tidak banyak bicara kotor dan mengeluh serta dilarang melamun karena bisa kesurupan.


Percakapan Dengan Suku Dayak Meratus Di Padang Bambu


Di Padang bambu kami bertemu penduduk lokal yang pulang dari hutan dan bercakap.

Lokal : "Poee, pina takujuk ?" ( Bahasa Dayak Meratus) Apa Anda kelelahan ?
Saya: "Saya ga ngerti mba ?" Jawabku
Iki : Itu namanya kelelahan mas,"Takujuk" dalam bahasa Dayak namanya kelelahan. Jawab iki.
Lokal : Pian salah jalan mas ae seharusnya pian jalan lewat sana (Bahasa Banjar). Sambil menunjuk arah.
Iki: Hafal ga mas, kita salah jalan.
Saya: Oiya terimakasih mba, akhirnya kami turun lagi dan memutar jalan. Waduh kesasar di hutan bambu gerutuku !
Iki: Ngomel - ngomel Iki dan akhirnya kami istirahat sebentar di hutan bambu dan menyalakan flash light (lampu senter) sambil menghela nafas dan keringat.
Saya: Sabar ki ini baru tanjakan awal dan tahun lalu aku percaya lewat jalan ini, kenapa sekarang berubah! (Kulihati Jam menunjukkan 18.37).
Iki: Aku mau pulang aja mas takut, tahu kaya gini aku ga ikut. ( mental block).
Saya: Maklum jika orang baru naik gunung pasti sumbar awalnya dan akhirnya ngomel-ngomel (cemen) jika sudah merasakan, hehehehe...

Takut, Malas dan Lelah Penyakit Di Gunung


Ternyata disaat kita kelelahan dan ketakutan jalan yang kita lalui bisa berubah bercabang karena pikiran kita.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan menembus belantara hutan bambu yang konon angker dan Iki berjalan berdempetan pertanda takut. Suara burung malam dan gesekan antar  pohon bambu membuat hawa mistis perjalanan.

Setelah menemui jembatan dengan dua buah aliran sungai (sekaligus sumber air terakhir) baru ada beberapa buah tanjakan yang lumayan bikin ngos-ngosan namun masih berupa jalan semen yang lumayan licin.

sungai deras di kiyu perjalanan ke halau-halau
Jembatan sungai Kiyu

Satu jam ngos-ngosan melalui beberapa tanjakan tadi kita akan menemui sebuah pondok kecil milik masyarakat setempat yang digunakan sebagai tempat beristirahat saat mereka bercocok tanam atau berkebun. 

Angsau, begitu masyarakat setempat menyebut tempat ini. Istirahat sejenak di pondok ini merupakan ide bagus, karena nafas yang sudah mulai di ujung tanduk mengingat tanjakan yang sudah dilalui lumayan terjal dan menguras tenaga.   


masalah yang sering terjadi saat mendaki gunung
Foto Angsau tempat peristirahatan

Selama perjalanan Iki banyak ngomel dan putus asa dengan keadaan dan minta untuk pulang karena rasa takut, namun aku mensuport bahwa jadi laki - laki ga boleh cemen dan jadilah orang yang tegar lawan rasa takut dan egomu.

Dia selalu bertanya: " berapa lama lagi ?" Aku jawab: "Jika kamu sudah melewati Angsau maka Pos 1 sudah dekat".

Masalah Mental Para Pendaki Amatiran


Masalah mental yang sering dihadapi petualang amatiran adalah:
  1. Takut dan pesimis.
  2. Beban berat di pundak.
  3. Beban berat jalan tanjakan.
  4. Semangat yang loyo.
  5. Sering istirahat dan leha-leha dengan waktu.
  6. Banyak mengeluh dan complain karena keadaan.
  7. Dll.

Test Fisik dan Mental terbaik adalah naik ke gunung atau ikut outbond.Test Kepribadian terbaik adalah masuk kedalam hutan (Sifat dan karakter orang terlihat jelas saat di tengah hutan).Test Psikologi terbaik adalah survival di hutan.


      Terbayar sudah perjalanan kami dan rasa takut dan pesimis Iki mulai reda dan hilang karena ada cahaya terang dan orang banyak berkumpul, menandakan bahwa Pos 1 telah dekat.

      Sesampai di Pos 1 jam menunjukkan 20.49 Wita, kami di data Panitia dan izin mendirikan kemah. Tas Backpacker kubuka dan kukeluarkan peralatan kemah, karena kecapekan dan gelap malam aku minta ke Panitia untuk membantu mendirikan kemah dan akhirnya kami dibantu dan diijinkan Camping semalam.

      Di depan kami ada api unggun Panitia. Sambil bertegur sapa dan berkenalan dengan sesama petualang, kami izin merebus air hangat dan kubuka saset kopi Good Day kesayanganku dan kuminim, lega rasanya pengalaman hari ini. (Sruput dulu kopi Good Day-nya). Hehehe...

      Kami mengeluarkan peralatan memasak portable dan memasak sekadarnya. Yang penting perut terisi dulu bro.

      .
      kemah di kiyu


      Ikuti Perjalanan : Meratus Adventure - Part 4 ( Cerita Mistis dan Pendakian Merah Putih).