<!----><head> Page Not Found
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Musik Sape (Musik Pengembara) dan Carnaval Etnic

musik sape musik pengembara

Cerita di Angkringan

Selepas datang di Angkringan, aku duduk di kursi panjang dan menikmati pembicaraan mengenai manfaat bioenergi yang pernah kami ikuti beberapa saat yang lalu. Aku dan mas Candra sharing mengenai cara pembukaan cakra dan berdiskusi melatih prana untuk tujuan mulia. 

Pembicaraan kami terpotong oleh kedatangan Rudi, teman lama yang pernah membuat Cafe bambu di Samsat. Dia mengajak kawannya, dan aku di panggil Alif untuk menyapanya. Aku sodorkan telapak tangan kananku untuk berjabat tangan. "Aku Ulil mas". Jawabnya. "Aku sterno mas" jawabku. Apa kabarnya !

Setelah berbincang lama, akhirnya Ulil memanggil temannya dari kejauhan. "Opak-opak". Serunya. Sejurus kemudian Opak menoleh dan menghampiri kami dengan membawa Gitar yang bentuknya aneh dan lain dari yang lain.

Kami tersudut melihat bentuk gitar yang begitu asing yang dibawa Opak di belakang punggungnya. "Itu apa pak, yang ikam bawa di punggung? Lawas kada betemuan pina unyuk-unyuk datang kada merawa! Datang mana ikam ? (bahasa banjar: "Itu apa Opak, yang kamu bawa? Lama tidak bertemu jadi pangling ! Datang dari mana kamu? ) Tanya si Ulil.

"Ulun dari Pendopo ca ai, tadi teumpat buhannya menggawi musik tradisional kena sagan acara Etnic. Nang ulun bawa ini gitar Sape, alat tradisional dayak. Alat ini ampun ulun seurang beulah seurang." (bahasa banjar: Saya dari Pendopo mas, tadi ikut kawan membuat musik tradisional nanti untuk acara Etnic. Yang saya bawa ini gitar Kecapi, alat tradisional asli suku dayak. Alat ini punyaku dan aku buat sendiri). Jawab Opak.

Musik Sape Musik Pengembara

Opak menjelaskan panjang lebar tentang alat musik itu yang ternyata alat tersebut adalah alat musik tradisional suku dayak. "Dimana membuat alat itu mas?" tanyaku. Aku membuat alat ini di Jogja, "Terus yang mengukir gitar, siapa?" Tanya Rudi. Ini saya ukir sendiri dengan menggunakan lading / pisau kecil dan menggunakan pahat. Untuk masalah coraknya saya sesuaikan dengan corak/motif buah dan daun. Ujarnya.

Kemudian Opak menunjuk ke gitar kecapi, bahwa ini ukiran buah terong yang mempunyai nilai ladang dan pertanian. Dan yang ini daunan mempunyai arti masih hijau ranaunya kampung kami.

Garis-garis bercorak lurus dan berbelok mempunyai simbol keturunan dan perantauan. Sedangkan Sape mempunyai 4 buah senar sebagai dawai berfungsi untuk dipetik bukan di genjreng seperti gitar.

Tak lama aku memasan es Good Day ke Alif dan masing masing dari kami memesan kopi, es teh dan kopi luwak es. Sruput dulu es Good daynya ahhhhh....  segar, setelah masuk ke tenggorokan, hehehehe..

ngobrol di angkringan membahas mengenai musik etnik
Obrolan di Angkringan Sosial

Aku bertanya. Kalau boleh tanya mas Opak dari mana asalnya? Terus Hobinya apa? tanyaku. "Aku aslinya orang Dayak dan sekarang aku tinggal di Jogja. Terkadang kalaunya pulang aku tinggal di Sulingan." Ujarnya. Aku ikut LSM  kebudayaan di Jogja, hobiku bermain musik tradisional, aku berinisiatif melestarikan budaya asli leluhurku untuk kulestarikan supaya kelak tidak hilang dan dikenang oleh generasi yang akan datang. Imbuhnya.

Musik Sape itu musik perang kah mas? tanya Rudi. Musik Sape adalah musik pengembara bukan musik perang. Jadi leluhur kami dulu, jika membawa Sape untuk merantau dan mengembara. Musik itu digunakan sebagai pengobat rasa rindu ketika kami merantau jauh dari kampung. Jadi tepatnya musik Sape adalah musik pengembara.


Artikel Lain




Kemudian aku dipersilahkan oleh Opak untuk mencoba alat tersebut dan Opak mengajari dasar cara bermain musik Sape yang beda dengan gitar cara memperlakukan alatnya. Ketika aku memegang alat musik Sape, tiba-tiba si Rudi memfoto kami dan Jadilah foto ini.

mencoba musik sape
Mencoba Memainkan Musik Sape

Opak dan temannya berinisiatif mengadakan acara Festival Etnic dengan tajuk Carnaval Fashion yang sukses diadakan di Jember, Jawa Timur. Karena Jember satu-satunya kota di Indonesia yang sukses mengadakan acara Carnaval dunia. 

Festival Etnik dan Karnaval Etnik


Kota Jember atau JFC (Jember Fashion Carnaval) beberapa waktu yang lalu menduduki peringkat ke-4 dunia setelah  :
  1. Mardi Grass di Amerika Serikat, 
  2. Rio De Janeiro di Brazil dan 
  3. The Fastnacht di Jerman,” 
  4. Jember, Provinsi Jatim, kata Presiden JFC Dynand Fariz di Minggu (25/8/13).


Keunikan dan kehebohan JFC, menurut dia, terletak pada keunikan desain dan bahan pembuatnya serta lokasi pameran busana. Sekitar 750 peserta akan berlenggak-lenggok di catwalk sepanjang 3,6 km dari alun-alun menuju ke Gedung Olahraga (GOR) Kaliwates Jember dengan menggunakan busana yang unik.

Karnaval Etnik

Pembeda JFC 2013 dengan karnaval mode lainnya, kata Dynand, adalah busana yang digunakan peserta JFC merupakan hasil rancangan masing-masing. Dibuat dengan dana sendiri-sendiri dan diperagakan sendiri, sehingga masing-masing peserta harus berpikir kreatif menciptakan busana unik dan spektakuler sesuai tema defile.

JFC 2013 digelar dengan mengusung tema Artechsion (Art meet Technology and Illusion). “Ada 10 tema yang menampilkan kekayaan budaya nusantara menjadi tema defile JFC XII. Tema defile itu adalah Betawi, Tibet, Bamboo, Artdeco, Octopus, Canvas, Tribe, Beetle, Spider dan Venice.”

Rangkaian kegiatan JFC 2013 diselenggarakan sejak 20-25 Agustus yang dikemas dalam JFC International Event 2013. Kegiatan itu dimulai dengan Painting Exhibition, Photo Exhibition, Kuliner, JFC Kids, Artwear dan puncaknya Grand Carnival yang digelar hari ini.

Maka mas Opak bermaksud membuat acara Carnaval Etnic untuk menunjukkan dunia bahwa di Tanjung ini luar biasa etnicnya dan kultur budaya. Kota Jember aja bisa kok, kenapa kota kita tidak bisa ! Cetusnya. Jika kita sukses membuat acara Carnaval maka pariwisata kita berkembang dan banyak menyediakan lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran disini. Imbuhnya.

Salut buat mas Opak, semoga sukses bro.